Tulisan ini terinspirasi dari banyak tulisan-tulisan dan buku-buku yang pernah saya baca, banyak pembicara-pembicara yang saya dengar, film-film yang saya tonton, dan hasil obrolan teman-teman saya akhir-akhir ini.
Semua polanya rata-rata sama : berbicara ngalor-ngidul tentang segala macam hal (olah raga, film, iklan, fashion, teknologi), berujung pada mempertanyakan mengapa di Indonesia tidak ada prestasi yang menonjol dari bidang yang kita bicarakan tersebut. Mengapa kita tidak bisa menjadi yang terbaik? Yang terkreatif? Yang terinovatif?
Saya tidak tahu ini benar atau tidak, tapi menurut saya, jawabannya adalah karena kita tidak melakukan sesuatu yang kita cintai sebagai pekerjaan kita. Dengan kata lain, kita tidak melakukan apa yang menjadi passion kita, apa yang menjadi kesenangan kita.
Kalau menurut Pandji dalam bukunya Nasional.is.me : jika kita bekerja, bukan berkarya, kita akan sangat sulit sekali menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Bekerja hanya menggunakan otak, tidak dengan hati. Berkarya, lain lagi. Kita menyerahkan segenap jiwa raga kita (disamping otak kita tentu saja) untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Alhasil, didapatkanlah hasil yang luar biasa darinya.
Wawancara Martin Scorsese yang dimuat majalah Fast Company edisi Desember 2011-Januari 2012 bercerita tentang film terbarunya Hugo yang merupakan film animasi 3D. Scorsese berusia 69 tahun, telah terlibat di dalam 22 film, dan memenangkan satu Oscar. Dalam film Hugo ini, Scorsese bercerita bahwa ada sebuah adegan berdurasi hanya beberapa detik, dan membutuhkan waktu 89 hari untuk me-rendernya. Bayangkan! 89 hari! Dan ia memutuskan untuk tetap tidak menghapuskan adegan itu!
Inilah, kawan, yang menurut saya pantas disebut BERKARYA.
Mike Tyson sang petinju legendaris yang dulu selalu terkenal berhasil meng-KO lawannya sebelum ronde ke-5 selalu berlatih habis-habisan berminggu-minggu sebelum pertandingan tersebut. Jika satu ronde di tinju adalah 3 menit, berarti dia berlatih berminggu-minggu untuk bertanding selama 15 menit.
Usain Bolt, pemegang rekor lari 100 m pria dengan catatan waktu 9,58 detik. Berbulan-bulan menyiapkan dirinya untuk pertandingan. Berbulan-bulan waktu dihabiskan untuk 10 detik pertandingan.
Totalitas inilah agaknya yang membedakan pecundang dari pemenang.
Benar, totalitas. Dan darimana totalitas yang luar biasa ini berasal? Menurut saya, cinta jawabannya.
Karena dengan mencintai pekerjaan kita, semua hal yang dianggap pekerjaan berat hanya akan menjadi permainan yang mengasyikkan.
Dunia akan menjadi taman bermain kita.
Donny Deutsch dalam bukunya The Big Idea mengatakan, inilah petunjuknya :
Saat Minggu malam terasa seperti Jumat malam, maka kamu sudah berada di pekerjaan yang tepat.
Sudahkah Minggu malam kita terasa seperti Jumat malam?
Ayo, mari kita berkarya!
Senin, 28 November 2011
10.10 pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar